Selain artikel tentang kemampuan Bangsa Indonesia beberapa waktu yang lalu, saya menemukan artikel lain yang sungguh menggugah. Dibaca dengan seksama ya.
Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat
seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas
amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas di lihat, barang
jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di
seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat.
Pedagang di pasar kaget umumnya
berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan
barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual
amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis
seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah
berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti
perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat
dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk
berkirim surat.
Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku
itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak
satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang
orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran
bapak tua itu.
Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat
bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli
amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan
benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya.
Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi.
Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusan plastik itu. “Seribu”,
jawabnya dengan suara lirih.
Share